Nias Barat | Plt Bupati Nias Barat, Era Era Hia, mendapat somasi dari PT Rius Sejahtera Raya terkait unggahannya di media sosial yang menyinggung dugaan “Mafia Proyek” dalam pelaksanaan proyek peningkatan jalan long segment di Desa Simaeasi, Kecamatan Mandrehe.
Proyek yang memiliki pagu anggaran sebesar Rp 16,74 miliar dan HPS Rp 16,71 miliar ini dianggap berjalan lambat. Hingga kini, meski telah menerima uang muka sebesar 20% atau Rp 3,34 miliar sejak penandatanganan kontrak pada Mei 2024, progres fisik proyek tersebut baru mencapai 5%.
Dalam unggahannya, Era Era Hia menyoroti dugaan ketidaksungguhan PT Rius Sejahtera Raya dalam melaksanakan proyek tersebut. Bahkan, ia menyebut bahwa Direktur perusahaan itu diduga merupakan salah satu calon Bupati Nias Selatan.
Menanggapi pernyataan itu, tim hukum PT Rius Sejahtera Raya melalui kuasa hukum Amati Dachi melayangkan somasi kepada Era Era Hia pada 20 November 2024. Dalam somasi tersebut, Era Era Hia dituduh melanggar Pasal 310 KUHP dan Pasal 27A jo Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE.
Somasi tersebut meminta Era Era Hia untuk segera membuat klarifikasi dan permohonan maaf melalui media sosial serta media elektronik lainnya dalam waktu 2×24 jam sejak diterimanya surat somasi.
Namun, Era Era Hia tetap teguh pada pendiriannya. Ia menyatakan siap menempuh jalur hukum untuk membuktikan bahwa pelaksanaan proyek oleh PT Rius Sejahtera Raya tidak sesuai dengan tahapan yang telah ditentukan.
“Baik kalau ditempuh jalur hukum agar bisa dibuktikan kalau pekerjaan rekanan tidak menjalankan seusai tahapan pekerjaan dan hanya mau memanfaatkan uang muka proyek,” ujar Era Era Hia saat dikonfirmasi pada Jumat (22/11/2024).
Era Era Hia juga meminta Dinas PUPR Nias Barat untuk mem-blacklist PT Rius Sejahtera Raya dari tender proyek di masa mendatang. Ia menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak akan menutup mata terhadap kerugian yang dapat merugikan masyarakat maupun daerah.
Lebih lanjut, Era Era Hia mengungkapkan telah menyurati Kejaksaan terkait proyek tersebut guna memastikan penegakan hukum dan transparansi anggaran.
“Kalau proyek ini gagal, bukan hanya masyarakat yang dirugikan, tapi juga sisa anggaran tidak akan masuk,” pungkasnya.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena menyangkut transparansi dan akuntabilitas pengelolaan anggaran pemerintah daerah, terutama di bidang infrastruktur.
(Disgown)