Ansori, salah satu warga Desa Biyuku mengatakan sungai ditempat tinggal mereka kini telah berubah warna menjadi coklat kehitaman. Padahal air tersebut sebelumnya masih bening dan dapat dimanfaatkan untuk keperluan rumah tangga.
“Air sungai kini berwarna coklat tua dan mengeluarkan bau tidak sedap, sudah tidak bisa dipakai lagi untuk mencuci pakaian dan mencuci piring. Kemudian kalau dipakai untuk mandi menyebabkan badan menjadi gatal – gatal,” keluhnya kepada awak media, Selasa (27/07/2021).
Ketua Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (LP-KPK) Komda Sumsel melalui Sekretarisnya, Ari Anggara yang saat ikut terjun langsung ke lokasi sangat menyayangkan dengan adanya kejadian ini. Oleh karena hal tersebut warga menjadi terganggu akan kebutuhan air.
“Kami sangat menyayangkan ini, kebutuhan warga akan air di lingkungan yang bersih menjadi terganggu, padahal sesuai dengan undang – undang bahwa air, udara dan tumbuhan dipelihara dan dilindungi oleh negara,” katanya.
Ari meminta kepada pihak berwajib untuk segera menindaklanjuti masalah ini dan kepada pihak yang bersangkutan untuk mengembalikan sungai tersebut seperti sebelumnya.
“Sebagai pemerhati lingkungan dan pendamping kebijakan, kami dari lembaga wajib merespon hal ini. ketika laporan masyarakat, kami ingin tutup limbah tersebut kembali air sungai seperti dahulu,” tegasnya.
Polres Banyuasin saat dikonfirmasi terkait permasalahan ini mengatakan, pihaknya bersama Dinas Lingkungan Hidup Banyuasin telah turun kelokasi untuk melakukan pengecekan.
“Kita kelokasi bersama anggota terkait laporan masyarakat adanya pembuangan limbah,” ujar Kanit Intel Ekonomi, Aipda Parman.
Sementara, Kepala Bidang (Kabid) Limbah DLH Kabupaten Banyuasin, Abas Kurib mengatakan pihaknya telah mengambil sampel air dan melakukan beberapa pengecekan secara laboratorium lapangan. Hasil dari pengecekan tersebut didapatkan PH-nya masih dalam keadaan normal.
Menurut Abas, masih ada beberapa parameter lagi yang harus di uji dilaboraturium selama 2 minggu dan itulah hasil yang menentukan. Bagi masyarakat, limbah pabrik sawit ini bersifat organik artinya buah tidak berbahaya dan beracun.
“Cuma air limbah ini penguraiannya di alam membutuhkan oksigen, sehingga oksigen yang ada di air dipakai untuk itu, jadi ikan yang butuh oksigen yang banyak tidak tahan kalau kurang oksigen, dampaknya ikan bisa mati karena kurang oksigen bukan keracunan,” katanya.
Kemudian, dampak lainnya yaitu menyuburkan rumput-rumput dan tanaman sehingga rawa menjadi darat karena ada endapan. Ini menyebabkan tempat ikan hidup dan rawa menjadi berkurang.
“Secara jangka panjang harus ada solusi seperti sungai di normalisasi atau limbahnya di isolasi dibuat tanggul dan dibuang kelaut,” tandas Abas.(Dy)