Kontras86.com | LOBAR – Pemkab Lombok Barat patut berbangga, pasalnya, salah satu dokter yang berkhidmat di Dinas Kesehatan daerah Patut Patuh Patju, dr. Sapto Sutardi, masuk 99 besar Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP) 2020. Dengan nominasi itu, Sapto berhak mengikuti presentasi dan wawancara menuju 45 besar oleh tim penilai dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) yang dihelat secara virtual, di Ruang Jayengrane Kantor Bupati Lobar, Jumat (10/7).
Dalam presentasinya, dr. Sapto memaparkan tentang aplikasi ‘dr Sapto Anthro’. Aplikasi hasil inovasi dan dibuatnya itu disebut oleh Saptp mampu mendeteksi angka stunting dan gizi buruk dengan cepat dan akurat. Latar belakang ia membuat aplikasi itu dimotivasi oleh angka stunting di Lombok Barat, Provinsi NTB dan nasional masih tinggi.
“Secara nasional sepertiga anak-anak kita menderita stunting. Lebih 17 persen dari jumlah anak-anak kita kekurangan gizi. Itu menyebabkan posisi Lombok Barat berada pada posisi kedua peyumbang gizi kurang dan gizi buruk se-Indonesia. Terlebih lagi ribetnya menentukan gizi buruk menggunakan tabel,” terangnya.
Kondisi itu kemudian mendorong dr. Sapto membuat aplikasi yang dapat mempermudah masyarakat dalam menentukan dan mendeteksi stunting, gizi buruk maupun gizi kurang. Hadirnya aplikasi yang dibuatnya diharapkan bermanfaat untuk masyarakat.
Ia pun mencontohkan kenyataan di lapangan, di mana untuk melihat status gizi satu pasien saja begitu lama dan bisa sampai menghabiskan 3 menit 14 detik, bahkan untuk parameter lengkap, katanya, bisa menghabiskan waktu 10 menit.
Permasalahan selanjutnya, bebernya, saat kalangan profesional melakukan supervisi ternyata ditemukan kesalahan perhitungan Z skor, pun halnya petugas gizi. Ketika WHO merilis penilaian kasus gizi secara tepat dan akurat menggunakan tabel panduan begitu tebal, bahkan kalau dicetak jumlahnya lebih dari seribu halaman.
Dengan aplikasi inovasinya itu, akan mempermudah penilaian dengan hasil yang akurat disamping hanya berdurasi hitungan detik saja hasilnya sudah bisa dilihat.
Caranya, jelas dr. Sapto, hanya memasukan nama dan tanggal lahir, memilih jenis kelamin, kemudian memasukan tinggi badan, maka hasilnya akan muncul, apakah masuk stunting, gizi buruk, gizi kurang atau gizi lainnya.
Kegunaan lain aplikasi itu, masih dijelaskan dr Sapto, dapat merekam ribuan bahkan jutaan data dalam aplikasi offline. Pengguna juga bisa mendapatkan spot di mana anak-anak terdapat gizi buruk secara geografis. Apikasi tersebut juga mudah digunakan.
Setelah melakukan pengujian terhadap aplikasi yang dibuat, ada 4 persen pengguna aplikasi tidak tamat SD bisa menggunakan HP (handphone) dan baca tulis dengan aplikasi karyanya tersebut.
Secara obyektif, beber dr Sapto, penggunaan aplikasi ini tujuh kali lebih cepat dibandingkan dengan metode manual, hanya butuh waktu sekian detik sudah bisa mendapatkan dan menentukan anak yang bersanfkutan stunting ataukah gizi buruk. Dokter yang mendapat juara satu tenaga kesehatan nasional 2019 itu terus mencoba membuat aplikasi kesehatan sesuai kemampuannya.
Kata dia, terlebih dalam situasi pandemi Covid-19 ini, kehadiran aplikasi ini juga menguntungkan masyarakat karena secara tidak langsung dapat menentukan deteksi dini pada anak, apakah anak kurang gizi atau tidak.
“Dengan cara kerja itu, mempermudah kita melihat angka stunting pada anak dan remaja. Aplikasi ini untuk Lombok Barat. Saya juga persembahkan aplikasi ini untuk Indonesia,” pungkasnya.
Adapun Tim Panelis Kementerian PAN-RB di antaranya Profesor Siti Zuhro dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Tulus Abadi dan Nurjaman Mochtar. Esensi pertanyaan para Panelis terkait keberlangsungan penerapan aplikasi ‘dr Sapto Anthro’ oleh Pemkab Lombok Barat.
Pertanyaan lain datang dari Tulus Abadi, apakah aplikasi tersebut bisa menilai obesitas pada anak. Dengan nada mantap dr. Sapto Sutardi menjawab aplikasi ini diciptakannya untuk mengetahui gizi kurang maupun gizi lebih termasuk obesitas di dalamnya. (Sas)