Kontras86.Com | Lombok Utara – Diinisiasi SMA Negeri 1 Mataram ditandatangani MoU kerjasama sekolah binaan perpustakaan dan literasi dengan SMA Al-Ma’arif Darussalam Rempek Kecamatan Gangga dihadiri Bupati Lombok Utara Dr H Najmul Akhyar SH MH, pada Kamis (3/9/2020).
Penandatanganan kerjasama ini dalam rangka implementasi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 25 Tahun 2013. Tujuannya menumbuhkan budi pekerti peserta didik melalui kebudayaan ekosistem literasi dalam pembelajaran sepanjang hayat.
“Sebagai pimpinan daerah tentu saya berkewajiban terus memberikan dukungan atas penyelenggaraan perpustakaan yang ada di Kabupten Lombok Utara,” kata Bupati Najmul.
Menurutnya, banyak sekali program sekolah yang telah dilaksanakan Pemda Lombok Utara. Program kebudayaan ekosistem literasi tersebut momentum terbaik bagi pengelola SMA Al-Ma’arif Darussalam lantaran bisa dijemput.
Najmul lantas meminta dukungan kepada Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi NTB agar senantiasa memberikan pembinaan kepada anak-anak di Kabupten Lombok Utara.
“Saya ingat pesan ketua PBNU Bapak Prof. Agil (Agil Sirad-red). Beliau berpesan kepada saya pak bupati saya harap dua hal. Pertama, kalau diundang oleh warga NU sekurang-kurangnya tolong bapak jangan tidak hadir. Yang kedua, saudara kembarnya NU di Lombok itu adalah NW. Ini pesan beliau. Sejarah juga telah membuktikan antara NU dan NW adalah saudara kembarnya,” kata Sekjen APKASI ini.
Kegiatan itu menjadi momen yang baik untuk terus membangun budaya literasi di bumi Tioq Tata Tunaq. Di KLU, saat ini sedang mengembangkan literasi keagamaan berbasis pelajaran umum di sekolah-sekolah.
“Beberapa tahun yang lalu kami mencanangkan kembali ke khittah pendidikan. Ini penting karena literasi keagamaan untuk sekolah-sekolah kita terutama sekolah umum,” imbuhnya.
Dijelaskan bupati, melihat jabaran UU bahwa tujuan pendidikan nasional bagaimana para pendidik atau guru mendidik manusia Indonesia yang beriman dan berakhlak mulia. Namun begitu, kata Najmul, ada sesuatu yang perlu dievaluasi bersama-sama. Gerakan kembali ke khittah pendidikan dianggap penting lantaran aspek proporsionalismenya masih belum sesuai dengan kenyataan empiris.
“Pelajaran agama kita di sekolah itu satu minggu hanya 2 jam, 2 jam di sini bukan 60 menit x 2 tetapi 45 menit x 2,” sesalnya.
Tak hanya itu, Najmul juga menyinggung terkait pendidikan PPKn. Sebab antara pelajaran agama dan PPKn itu timpang. Diduga disitulah pesan tidak sampai, pasalnya, disatu sisi negara menginginkan anak-anak Indonesia beriman dan berakhlak mulia, tetapi dilain sisi, proporsionalitas kurikulum kita tidak mendukung. Faktor ini kemudian memotivasi pemda mengembangkan literasi keagamaan berbasis pelajaran umum di KLU. Dia menegaskan bahwa literasi keagamaan memang dirancang untuk program jangka panjang.
“Perpustakaan yang kerap dipahami adalah tumpukan buku-buku, maka tantangan kita adalah saingan antara buku dengan perpustakaan kita yang bersifat digital. Maka, dalam konteks seperti ini kami minta bantuan buku-buku yang menarik,” tutupnya.
Dalam pada itu, Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi NTB Dr. Ir. Manggaukang, MM mengungkapkan tema “Bersinergi Membangun Budaya Literasi untuk Menguatkan Karakter Bangsa” dianggapnya tepat dan relevan.
Menggaungkan membeberkan, bahwa tingkat literasi masyarakat Indonesia berada di urutan ke-60 dari 61 negara yang disurvei. Kemungkinan, tambahnya, jika 71 negara yang disurvei Indonesia berada di urutan ke-70. Jikalau, katanya, 100 negara disurvei Indonesia urutan ke-99. Posisi itu, tuturnya, berarti memang literasi itu masalah bangsa.
“Karena literasi ini adalah masalah bangsa maka gerakan literasi hanya dilakukan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayan. Tidak hanya oleh perguruan tinggi, tidak hanya oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, tidak hanya oleh sekolah, tapi gerakan literasi ini harus dilakukan oleh presiden sampai bupati dan walikota. Harus digerakan di daerah masing-masing,” terangnya.
Menurutnya, literasi NTB dari 34 yang disurvei pada 2019, NTB berada pada nomor 10 dari bawah atau urutan 23 dari 34 provinsi. Level itu memantik NTB harus terus berjuang secara bersama-sama untuk menggerakkan literasi.
“Literasi itu 4, antara lain buku literasi menyiapkan bahan baca, baik di sekolah, perpustakan, perkantoran, dan perguruan tinggi. Sebesar 70 persen lebih literasi baru pada tingkat penyediaan buku. Tingkat kedua orang datang membaca buku yang ada. Tingkat ketiga bagaimna hasil bazar dari pembaca serta mengaplikasikan bacaannya. Tingkat empat bagaimana hasil membaca itu disuntikan pada hal yang baru,” pungkasnya.
Ditempat yang sama Kepala Sekolah SMAN 1 Mataram Kun Andrasto, S.Pd mengungkapkan literasi sebagai kemampuan seseorang dalam mengelola saat proses membaca buku dan menulis. Program itu merupakan program sekolah dalam permendikbud nomor 25 tahun 2013 tentang pemenuhan budi pekerti.
Tujuan literasi, kata Kun, untuk menumbuhkan budi pekerti peserta didik melalui kebudayaan ekosistem literasi dalam pembelajaran sepanjang hayat.
“Harapan saya, pada anak-anak SMA Al-ma’arif adalah adanya buku sebagai bahan literasi supaya dibaca. Ini merupakan salah satu program dari SMA Negeri 1 Mataram dan ini baru 2 bulan,” terangnya.
Kepala SMAN 1 Mataram ini menambahkan, pihaknya melakukan berbagai program literasi seperti menyiapkan dua ruangan, yang mana satu ruang untuk tempat buku dan satu ruang lagi untuk tempat membaca. Kegiatan itu, masih kata Kun, salah satu langkah SMA Negeri 1 Mataram sebagai sekolah vioner.
“Saya berharap langkah ini tentunya harus bisa sebagai contoh dari sekolah lain. SMAN 1 Mataram juga sering melakukan lomba-lomba,” harap Kun.
Acara tersebut dihadiri oleh Rektor UNU NTB, Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi NTB, Kepala KCD KLU, Kades Rempek, tamu undangan lainnya. Kemudian diakhiri dengan penandatanganan MoU, penyerahan hibah buku dan plakat kenang-kenangan dari SMAN 1 Mataram kepada SMA Al-Ma’arif ditutup dengan doa dan foto bersama. (Sas)