Kontras86.com | Lombok Utara – Kasus pengrusakan plang nama Bandara Internasional Lombok oleh oknum yang tidak bertanggungjawab pada beberapa waktu lalu mendapat perhatian dari berbagai pihak. Salah satu di antaranya tokoh masyarakat Lombok Utara, Dr H Najmul Akhyar SH MH. Menanggapi terkait pengrusakan plang Bandara Internasional Lombok Zainudin Abdul Majid (BILZAM), H Najmul Najmul Akhyar kepada awak media di kediamannya di Menggala, menyayangkan aksi pengrusakan fasilitas negara plang nama BILZAM.
“Saya sangat menyayangkan adanya aksi pengerusakan fasilitas negara, berupa plang nama BILZAM yang ada di bandara, karena negara kita Ini punya sistem hukum kenapa sampai bandara ini bernama bandara internasional Lombok Zainudin Abdul Majid. Ada proses perjuangan masyarakat NTB ke pemerintah kemudian dibicarakan di DPRD Provinsi selanjutnya menjadi keputusan Menteri Perhubungan. Ini prosesnya sehingga bernama BILZAM. Secara sosiologis masyarakat harus paham bahwa bandara di semua daerah menggunakan nama pahlawan nasionalnya,” imbuh Najmul.
Lebih lanjut disampaikan Najmul Akhyar, ketika membuat nama BIL Lombok tanpa ada nama pahlawan atau nama monumental, siapapun itu bukan hanya TGH Zainudin Abdul Majid. Sekiranya pada saat pertama memberi penamaan BIL sudah ada nama tokoh, mungkin preseden pengrusakan itu tidak terjadi.
“Bagi saya siapapun tokoh yang diakui di NTB ini. Tuan Guru ini sudah diakui bukan hanya di tingkat nasional, bahkan dunia pun mengakui ketokohan beliau. Maka dijadikanlah nama bandara, kalau saya sih selalu berpandangan positif harus menjadi kebanggaan nasional kita warga NTB karena ada warga NTB menjadi pahlawan nasional kemudian namanya diabadikan,” imbuh Najmul yang juga Bupati Lombok Utara itu.
Menurutnya, jika ada masyarakat tidak setuju, ada jalurnya sembari mempersilahkan melayangkan surat atau datang langsung ke Kementerian Perhubungan, sehingga Menhub nantinya secara konstitusional dapat melakukan perubahan nama. Lantaran otoritas penamaan bandara tersebut menjadi domain Menhub. Gubernur mungkin dapat memainkan perannya mengakumulasi keinginan masyarakat. Sebab sebelumnya sudah disetujui dengan nama bandara BILZAM.
“Maka harus ada langkah-langkah juga untuk mempertahankan nama ini. Ini berarti tugas kita semua mengamankan peraturan perundangan-undangan,” tegas Najmul.
Jika tidak setuju, Najmul menyarankan menggunakan langkah-langkah yang tidak anarkis, sembari sependapat dengan Suryadi Jaya Purnama (anggota DPRRI) dan Tuan Guru Najamuddin (anggota DPRD Provinsi NTB). Keduanya berpendapat seharusnya sudah selesai dipersoalkan masalah nama bandara karena sudah menjadi keputusan pemerintah pusat. Mestinya ketidaksetujuan itu harusnya dipersoalkan saat berproses di Kemenhub.
Artinya jika sudah diputuskan pemerintah dan TNI, katanya, Polri melakukan pengamanan secara proporsional. Bagaimana pun orang Lombok itu punya adab yang tinggi, terutama para ulama, tokoh adat, dan tokoh agama yang masih menjunjung tinggi adab.
“TGH ZAM ini bukan hanya milik NW tapi milik bangsa ini, NW itu wadah perjuangan beliau,” tutup Sekjen APKASI itu. (Sas)